Pages

Monday 7 February 2011

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA MENURUT PANDANGAN IBNU TAIMIYAH TENTANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Saat pemerintah menyepakati untuk merealisasikan kerjasama ACFTA, timbul pro dan kontra yang mengkhawatirkan dampak serius dari dibukanya kerjasama perdagangan bebas ini.
Pihak yang pro, menyatakan ACFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-produk Cina ke Indonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement (FTA) memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas, 5/1/2010). Konsumen akan semakin diuntungkan dan dimanjakan karena terjadi kompetisi dari para produsen. Sehingga harga yang terjadi semurah mungkin. Husni Mubarak, (Paramadina, 10/1/2010).
Hal senada juga disampaikan oleh Marzuki Usman bahwa Indonesia sebagai anggota ASEAN tidak dapat menolak, karena kesepakatan sudah ditandatangani. Kalau menolak, berarti kita harus keluar dari ASEAN (RMOL,10/1/2010).
Sebaliknya pihak yang kontra, Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan kekhawatirannya atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di antaranya terjadinya perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha menjadi pedagang. Intinya, jika berdagang lebih menguntungkan karena faktor harga barang-barang impor yang lebih murah, akan banyak industri nasional dan lokal yang gulung tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja (Republika, 4/1/2010).
Mantan Dirjen Bea Cukai, Anwar Surijadi, juga mempertanyakan manfaat pemberlakukan perdagangan bebas ini bagi masyarakat (Republika, 4/1/2010).
Hal yang sangat dikhawatirkan mengenai dominasi Cina terhadap Indonesia juga disampaikan Menteri Perindustrian MS Hidayat. Menurut Hidayat, dalam kerangka ACFTA yang berlatar belakang semangat bisnis, Cina bisa berbuat apa pun untuk mempengaruhi Indonesia mengingat kekuatan ekonominya jauh di atas Indonesia (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).
Masih banyak lagi kenyataan yang menunjukkan bahwa perdagangan bebas secara liar justru akan menjerumuskan rakyat ke dalam jurang kemiskinan dan menjadikan rakyat hanya sebatas konsumen, jongos bahkan lebih buruk dari itu.
Apabila kita mengamati perkembangan terakhir, kesepakatan perdagangan bebas dibingkai dengan beberapa kesepakatan yang diharapkan dapat menguntungkan kedua belah pihak. Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/JMC) ke-10 di Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Sedangkan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming. JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan.
Beberapa isu yang dibahas adalah finalisasi dari Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic and Trade Cooperation. Beberapa hasil kesepakatan tersebut antara lain:
Pertama, pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis (pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China.

Kedua, kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRT demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan.
Ketiga, atas permintaan Indonesia, dalam JCM ini delegasi RRT menyetujui pembukaan cabang Bank Mandiri di RRT, sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara.
Keempat, kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI sebagai fasilitas kredit untuk mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara terkait dengan proyek-proyek perdagangan dan investasi dalam berbagai sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua belah pihak termasuk perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek sektor infrastruktur, energi dan konstruksi;
Kelima, kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin.
Sementara, pembangunan Waduk Jati Gede masih dalam proses. Terdapat pula 6 proyek baru yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit Listrik Tenaga Uap Parit Baru (Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk jalur sepanjang 1.000 km and 200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan; serta konstruksi Jalan Tol antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara); Jembatan Tayan (Kalimantan Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I: Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat); dan Jembatan Kendari (Sulawesi Tenggara).

Keenam, kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini.
Ketujuh, membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation yang antara lain berisi:
a. Deklarasi Bersama antara Indonesia dan RRT mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara.
b. Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara.
c. Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
d. Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan.
e. Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut.
“Semua perjanjian yang dibahas dan disepakati pada JCM ke-10, nantinya akan ditandatangani oleh kedua pihak pada saat kunjungan PM Wen Jiabao ke Indonesia, menurut Menteri Perdagangan.



Pemikiran Ekonomi / Analisa Ibnu Taimiyah

Ibn Taimiyah memiliki gagasan yang jelas tentang harga-harga di pasar bebas yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Dia mengatakan:
"Naik turunya harga tidak selalu terjadi karena ketidakadilan (zulm) dari beberapa orang. Kadang-kadang terjadi karena kekurangan produksi atau penurunan Impor barang yang diminta. Dengan demikian jika keinginan pembelian barang mengalami peningkatkan sedang ketersediaan barang merosot, maka harga akan naik. Di sisi lain jika ketersediaan barang bertambah sedang permintaan turun, maka harga akan turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini mungkin tidak disebabkan oleh tindakan dari beberapa orang, yang mungkin karena suatu alasan berlaku tidak adil,atau kadang-kadang, mungkin ada yang menyebabkan hal yang mengundang ketidakadilan. Allah-lah yang Maha Kuasa yang menciptakan keinginan dalam hati manusia ..."( Ibnu Taimiyah, 1381, vol.8, hal 523).
Menurut Ibnu Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestic dan import. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan.
Menurut Ibnu Taimiyah, barang-barang yang dijual di Madinah sebagian besar berasal dari impor. Kondisi apapun yang dilakukan terhadap barang itu, akan bisa menyebabkan timbulnya kekurangan suplai dan memperburuk situasi. Jadi, Rasulullah SAW menghargai kegiatan impor tadi, dengan mengatakan, “Seseorang yang mambawa barang yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, siapapun yang menghalanginya sangat dilarang. Faktanya saat itu penduduk Madinah tidak memerlukan penetapan harga. (Islahi, 1997: 116).
Dari keterangan di atas, tampak sekali bahwa penetapan harga hanya dianjurkan bila para pemegang stok barang atau para perantara di kawasan itu berusaha menaikkan harga. Jika seluruh kebutuhan menggantungkan dari suplai impor, dikhawatirkan penetapan harga akan menghentikan kegiatan impor itu. Karena itu, lebih baik tidak menetapkan harga, tetapi membiarkan penduduk meningkatkan suplai dari barang-barang dagangan yang dibutuhkan, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.Tak membatasi impor, dapat diharapkan bisa meningkatkan suplai dan menurunkan harga.
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe penetapan harga: tak adil dan tak sah, serta adil dan sah. Penetapan harga yang “tak adil dan tak sah?berlaku atas naiknya harga akibat kompetisi kekuatan pasar yang bebas, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan suplai atau menaikkan permintaan. Ibnu Taimiyah sering menyebut beberapa syarat dari kompetisi yang sempurna. Misalnya, ia menyatakan, “Memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa ada dasar kewajiban untuk menjual, merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang. Ini berarti, penduduk memiliki kebebasan sepenuhnya untuk memasuki atau keluar dari pasar. Ibnu Taimiyah mendukung pengesampingan elemen monopolistik dari pasar dan karena itu ia menentang kolusi apapun antara orang-orang profesional atau kelompok para penjual dan pembeli. Ia menekankan pengetahuan tentang pasar dan barang dagangan serta transaksi penjualan dan pembelian berdasar persetujuan bersama dan persetujuan itu memerlukan pengetahuan dan saling pengertian (Islahi, 1997: 117).
Berbeda dengan kondisi musim kekeringan dan perang, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah ketika terjadi ketidaksempurnaan memasuki pasar. Misalnya, jika para penjual (arbab al-sila) menolak untuk menjual barang dagangan mereka kecuali jika harganya mahal dari pada harga normal (al-qimah al-ma’rifah) dan pada saat yang sama penduduk sangat membutuhkan barang-barang tersebut, mereka diharuskan menjualnya pada tingkat harga yang setara, contoh sangat nyata dari ketidaksempurnaan pasar adalah adanya monopoli dalam perdagangan makanan dan barang-barang serupa. Dalam kasus seperti itu, otoritas harus menetapkan harganya (qimah al-mithl) untuk penjualan dan pembelian mereka. Pemegang monopoli tak boleh dibiarkan bebas melaksanakan kekuasaannya, sebaliknya otoritas harus menetapkan harga yang disukainya, sehingga melawan ketidakadilan terhadap penduduk (Islahi, 1997: 119).
Ibnu Taimiyah juga sangat menentang diskriminasi harga untuk melawan pembeli atau penjual yang tidak tahu harga sebenarnya yang berlaku di pasar. Ia menyatakan, “Seorang penjual tidak dibolehkan menetapkan harga di atas harga biasanya, harga yang tidak umum di dalam masyarakat, dari individu yang tidak sadar (mustarsil) tetapi harus menjualnya pada tingkat harga yang umum (al-qimah al-mu’tadah) atau mendekatinya. Jika seorang pembeli harus membayar pada tingkat harga yang berlebihan, ia memiliki hak untuk memperbaiki transaksi bisnisnya. Seseorang tahu, diskriminasi dengan cara itu bisa dihukum dan dikucilkan haknya memasuki pasar tersebut. Pendapatnya itu merujuk pada sabda Rasulullah SAW, ”menetapkan harga terlalu tinggi terhadap orang yang tak sadar (tidak tahu, pen.) adalah riba (ghaban al-mustarsil riba) (Islahi, 1997: 120).





Opini dan Kesimpulan

Perdagangan bebas merupakan keniscayaan yang akan terjadi dalam era globalisasi seperti saat ini. ACFTA yang telah digagas sejak lama di satu sisi memberikan harapan besar bagi masyarakat Indonesia, dan juga menjadi hantu bagi sebagian yang lain.
Harapan besar bagi masyarakat atau pengusaha yang siap bersaing dengan menedepankan kualitas dan harga yang kompetitif. Mereka menganggap perubahan ini menjadi tantangan agar dapat berpikir lebih kreatif, kerja yang lebih efisien dan mutu produk yang berkualitas. Harapan bagi makin luasnya pasar perdagangan yang tidak hanya meliputi Indonesia, namun juga negara-negara Asean dan china dengan potensi pasar lebih dari satu milyar penduduk.
Ketakutan bagi sebagian yang lain bisa disebabkan tidak siapnya para pengusaha untuk bersaing dengan produk China, mereka akan kehilangan pasar dalam negeri dan tak dapat bersaing untuk melaukan penjualan di negara-negara ACFTA. Ketakutan ini juga ada yang lebih bersifat keprihatinan akan kondisi industri dalam negeri yang dinilai masih belum siap untuk bersaing dan perdagangan bebas ini hanya akan melahirkan kebangkrutan bagi industri nasional.
Pemerintah telah cukup menyadari konsekuensi yang akan diterima dengan adanya pasar bebas ini, dan melakukan beberapa langkah untuk mencari titik tengah agar perdagangan bebas ini menjadi peluang, bukan menjadi ancaman bagi rakyat dan masyarakat Indonesia. Perlu kerjasama semua elemen masyarakat dan negara untuk mempersiapkan hal ini.
Ibnu Taimiyah menghargai adanya mekanisme pasar yang terjadi dan sangat memahami hukum permintaan dan penawaran. Adanya intervensi pemerintah yang berlebihan dalam pasar bebas bisa mengganggu supplai barang yang dapat berakibat merugikan masyarakat itu sendiri.
Peran pemerintah dalam era pasar bebas adalah mengawasi apabila ada ketidakadilan atau manipulasi kondisi pasar yang dapat merugikan pihak produsen maupun konsumen. Adanya pasar bebas dimaksudkan untuk membuka peluang kepada konsumen dan pridusen saling melengkapi kebutuhan kedua belah pihak sehingga dapat terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.





Daftar Pustaka

http://hepyes.wordpress.com/2010/02/01/acfta-pasar-bebas-dalam-pandangan-islam/ accesed at 28 June, 2010 at 02.00 pm.

Muqorrobin, M., Business Economics, kuliah MBA Syariah ITB, disampaikan pada tanggal 25-26 Juni 2010

http://anto.web.id/2010/04/30/penetapan-harga-dalam-islam-perpektif-fikih-dan-ekonomi/ accesed at 28 June, 2010 at 02.15 pm.

http://takaful-ekonomikita.blogspot.com/2009/11/ekonomi-islam-ibnu-taimiyah.html accesed at 28 June, 2010 at 02.20 pm.

Vivanews, berita at http://bisnis.vivanews.com/news/read/141259-acfta__ri_china_bikin_tujuh_kesepakatan accesed at 28 June, 2010 at 02.30 pm.

Ibn, Taimiyah, Majmu' Fatawa Shaikh al Islam Ahmad b. Taimiyah, Riyadh, al Riyadh Press, vol. 8, 1381; vol. 29, 1383.

____________, Al Hisbah fi'l Islam, ed. Azzam, S., Cairo. Dar al Sha'b, 1976.
Islahi, A.A., Economic Veiws of Ibn Taimiyah, Aligarh Muslim University (Ph.D. Thesis), 1980,unpublished.

Islahi, Konsep ekonomi Ibnu Taimiyah (Surabaya, PT. Bina Ilmu)

Harian Umum Republika tanggal 25 Januari 2009.

Harian Umum Kompas, tanggal 5/1/2010

No comments:

Post a Comment